Transliterasi Kancil Amongpraja dikemukakan pelajaran kesempurnaan hidup "relijiusitas" bagi kehidupan manusia.
Babad Giyanti itu menceriterakan tentang palihan negari (pembagian wilayah kerajaan) usai Perjanjian Giyanti. Cerita tersebut dimulai dari keterangan ketika Sultan Hammengkubuwana 1 bertahta dan tinggal (sementara) di Giyanti untuk membangaun gapura sebagai tempat bertemu antara Sultan dan Gubernur di Semarang.
Transliterasi Sujarah Para Wali lan Para Nata II merupakan lanjutan dari transliterasi sebelumnya. Awal teks (XVII. Asmaradana) (1)/Ki Ageng ngendika aris/mring kang putra Radyan Jaka/"Pondhongen arimu Angger, gawanenlengghah ing tilam"/...dan seterusnya.
Transliterasi Sujarah Para Wali lan Para Nata III ini merupakan lanjutan transliterasi sebelumnya. Awal teks (LVIII. Sinom) (1) /Sayo ngaso mring pondhokan/sagung kang para dipati/putranira Pecat Tandha/...dan seterusnya.
Dalam transliterasi Serat Lokapala ini diceritakan mulai dari silsilah Bathara Wisnu dan cerita diakhiri sampai dengan Dasamuka akan menaklukkan raja, yaitu ksatria di muka bumi agar mau menyembah kepadanya.