Suluk Seh Ngabdul Salam merupakan salah satu jenis kepustakaan Islam Kejawen yang berisi ajaran tasawuf. Isi suluk mengetengahkan wejangan Seh Ngabdul Salam kepada murid-muridnya yang menyangkut masalah ilmu kesempurnaan.
Carita Ginuritaken ini merupakan alih aksara dan alih bahasa dari teks yang sama judulnya. Teks itu digubah dalam bentuk syair berbahasa Jawa. Syair tersebut terdiri atas 334 bait yang terbagi menjadi enam episode.
Dalam Walisono II ini lanjutan ari Walisono I ini diceritakan mulai dari tanya jawab antara Seh Mlaya dengan Seh Maulana Magribi mengenai adanya Tuhan dan diakhiri sampai dengan Wali Sanga salat di Mekkah.
Dalam naskah Walisono I diceritakan mulai dari tanya jawab antara Seh Mlaya dengan Seh Maulana Magribi mengenai adanya Tuhan dan diakhiri sampai dengan Wali Sanga salat di Makkah.
Buku Serat Kalimataya ini merupakan hasil transliterasi dan terjemahan manuskrip Serat Kalimataya yang berisikan tetang ajaran moral dari penokohan Pandhawa. Terpaparkan lewat tembang macapat dan sudah diterjemahkan.
Buku ini menyajikan sebuah episode yang nyata, yang diangkat dari peristiwa yang pernah terjadi di Kartasura di masa pemerintahan Kanjeng Sunan Pakubuwana. Di dalam cerita itulah secara tidak langsung disisipkan nasihat tentang cara-cara memegang kendali pemerintahan yang sempurna.
Dalam buku Babad Mangir II yang merupakan lanjutan dari Babad Mangir I itu diceritakan mulai meninggalnya Raden Pabelan sampai meninggalnya Wiranegara, Surapati.
Ringkasan Serat Kalimataya dibuat berdasarkan teks transliterasi, yang aslinya berbahasa Jawa, berbentuk puisi/tembang, terdiri atas 14 bait (pupuh), ringkasan dibuat bait demi bait dengan mengambil garis besar cerita.
Buku itu merupakan transliterasi, yang mengubah teks asli naskah kitab Miftahul Sholat karangan Haji Abu Bakar Musqat dalam Bahasa Indonesia secara apa adanya dari teks tersebut, tanpa menambah dan mengurang isi teks aslinya.Isinya tentang masalah fioqih yang berkaitan dengan sholat, diantaranya harus suci dari segala najis baik najis besar, najis pertengahan maupun najis kecil.
Serat Babad Ila-Ila 2 berisi kumpulan data Ila-Ila yang masih kukuh berlaku dengan segala penjelasannya, sehingga dengan nalar dapat dirasakan mengapa masih dipertahankan adat Jawa. Misalnya, dalam upacara pernikahan dalam tata rakit panggih temanten besan tidak lazim turut menghadirinya. Kelazimannya"